Matanews.id, Sukabumi – Awal mula Terjadinya parkir di RSUD Bunut sebagai Rumah Sakit kelas B+ secara system elektrik kira-kira di akhir tahun 2014 hingga sekarang tetapi banyak sekali kejanggalan dan kebocoran yang sangat merugikan Pemerintah dan RSUD itu sendiri.
Kontrak tertulis pertama kali antara CV. KRS (Kirana Ridho Sulaksana) dengan RSUD R. Syamsudin. SH terhitung sejak 05 Januari 2015 sampai dengan 05 Januari 2020, Nomor Perjanjian Kerjasama : 445/53/PKS-RSU/2015 dan Nomor : 007/KRS/PKS/2015, dibuat di RSUD R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi, yang di tanda tangani oleh Dirut CV. KRS Bapak Agung dengan Dirut RSUD R. Syamsudin, SH. Bapak H. dr. Herman. Hal itu dikatakan Taufik Team LSM GNP Tipikor Sukabumi pada awak media.
Akhirnya lanjut Taufik” di awali pengelolaan parkir oleh CV. KRS sebagai Pengelola Parkir, CV. KRS tetapi ujungnya sangat merugikan berbagai pihak, pertama CV. KRS tidak membayar Pajak terhadap Pemerintah menurut data DPPKAD kota Sukabumi, dari mulai Desember 2017 sampai dengan Maret 2022, jumlahnya nihil 21 bulan tidak membayar Pajak dan sebelumnya dari tahun 2015 sampai dengan desember 2017 kami tidak memiliki datanya, yang kedua menurut Dirut Plt. RSUD Sdr. Yanyan pada waktu itu tunggakan CV. KRS atas bagi hasil kepada RSUD sampai ratusan Juta Rupiah yang sudah bertahun tahun lamanya dan pihak RSUD tidak bisa berbuat apa-apa. Kejadian tersebut, di duga dari mulai dr. H. Herman, MKM (PNS), kemudian di ganti oleh dr. Bahrul, MKM (PNS), dan sampai Dirut Plt. Yanyan Rusyandi, SE. M.kes (PNS). Dirut Plt. Yanyan Rusyandi sudah menjabat ± sudah 3X perpanjangan sebagai Plt. sekarang Dirut RSUD R. Syamsudin. SH di jabat oleh dr. Donny Sulifan, SP. Rad (K) RI, MMRS (Non PNS).
Dari awal laporan Pendapatan Pengelolaan Parkir di RSUD bahwa CV. KRS diduga sudah memanipulasi data pendapatan di sinyalir untuk menghindari besarnya Pajak (25% dari omset). dalam laporan kepada DPPKAD bahwa pendapatan CV. KRS atas pengelolaan parkir persatu bulan sebesar Rp. 12.000.000.- dan jika jumlah tersebut di bagi 30 hari maka hasilnya Rp. 400.000.- perhari dan ini omset sudah tidak masuk akal apa lagi dalam beberapa bulan ada data pendapatan sampai dengan Rp. 1.500.000.- perbulannya berarti jika di bagi 30 hari pendapatan perharinya sebesar Rp. 50.000.- dan ini diduga setiap pendapatan perbulan nominalnya di manipulasi tiada lain di duga kuat untuk menghindari nilai pajak, dan dalam hal ini kenapa pihak RSUD tutup mata. Padahal dalam kontrak antara RSUD Bunut dengan CV. KRS jelas ada Pengawasan juga di atur oleh Pasal-pasal dan sanksi yang mereka buat tentunya harus di terapkan oleh pihak RSUD yang pada saat itu di atur oleh Peraturan Mendagri no. 79 tahun 2018 tentang Blud kepada CV. KRS, ketika pihak kedua membuat pelanggaran patal maka pihak RSUD Bunut bisa langsung bertindak secara sepihak.
Menurut Pasal 15 Sanksi, seharusnya Sanksi yang pertama di berikan oleh pihak RSUD adalah SP1 berlaku selama 15 hari sampai ke SP3 45 hari, dan jika pihak RSUD melaksanakan penerapan sanksi tersebut secara benar maka tidak aka ada yang di rugikan ratusan Juta bahkan Miliaran Rupiah, apakah ini yang di namakan persekongkolan ???, mungkin saat itu tidak di fungsinya Permendagri No 79 tentang BLUD (sekarang UOBK) sehingga tidak ada pengawasan dari Pihak SKPD di bidang BLUD di lingkungan RSUD, akhirnya pelanggaran demi pelanggaran bertahun-tahun terus terjadi.
Setelah ada yang peduli terhadap berbagai permasalahan di RSUD tersebut yaitu dari pihak Masyarakat. LSM dan Media, kemudian melalui media di lakukan Investigasi baru terungkap semua yang selama ini di tutup-tutupi oleh CV. KRS maupun oleh pihak RSUD, dan di antara Dirut CV. KRS dengan Dirut RSUD Plt. Yayan Rusyandi di duga kuat ada persengkongkolan Jahat sehingga baru terungkap pada bulan Pebruari 2022. Dari hasil investigasi data rekapitulasi Pajak sumber Pemkot Sukabumi DPPKAD pada tanggal 8 Maret 2022, dan tertera dari bulan Oktober 2017 sampai dengan Maret 2022 CV. KRS tidak membayar Pajak selama 21 bulan, sedangkan tunggakan kepada RSUD (bagi hasil) terhitung sebesar RP. 276.000.000.- jika di bagi setiap bulannya sebesar Rp. 6000.000.- (sesuai Kontrak) maka CV. KRS tidak membayar atas bagi hasil kepada RSUD selama 46 bulan lebih atau sama dengan 3 tahun 8 bulan.
Menurut keterangan Dirut Plt. Yanyan Rusyandi, SE. M.kes kontrak sudah berubah nilai bagi hasilnya sudah Rp.8Jt perbulan, berarti jika menurutnya demikian maka CV. KRS atas tunggakannya tidak membayar selama 34 bulan. Memang setelah permasalahan terungkap dan media berulangkali mengkonfirmasi permasalahan RSUD seperti tuggakan sebesar Rp. 276.000.000.- lalu pada tanggal 06 Juni 2022 terjadi pembayaran sebagian oleh pihak CV. KRS kepada RSUD melalui Bank BJB Jabar Banten dengan 2 kali pembayaran, slip yang pertama senilai Rp. 100.000.000.- Berita : sewa lahan 2020-2022 dan slip yang kedua senilai Rp. 6.800.000.- Berita : sewa lahan Juni 2022 jadi yang di bayar hanya Rp. 106.800.000.- dan sisanya Rp. 169.200.000.- pada saat di konfirmasi pada bulan September 2022 oleh Media belum di bayar.
Menurut nara sumber AH dan A yang pernah mengelola Parkir RSUD R. Syamsudin. SH selama 4 tahun sebelumnya bahwa dari pendapatan hitungan secara normatif perhari bisa mendapatkan sebesar Rp. 5 sampai 6jt lalu dia menghitungnya secara pendapatan minimal terkecilnya yaitu sebesar Rp. 4.000.000.- perhari lalu mereka kali-kan selama satu bulan dan totalnya sebesar Rp. 120.000.000.- lalu di potong pajak daerah sebesar 25% dari Omset atau sebesar Rp. 30.000.000.- perbulan, berarti CV. KRS masih mengantongi uang pengelolaan parkir Rp. 90 Jt, demikian keterangannya.
Selanjutnya jika menurut nara sumber bahwa Pajak jika terhitung rata-rata Rp 30.000.000.- perbulannya maka nilai pajak tersebut di kali-kan 54 bulan (dari Desember 2017 s/d Maret 2022 atau sesuai rekapitulasi pajak data yang dari DPPKAD) maka jumlah total Pajak sebesar Rp. 1.620.000.000.- kemudian dari total nilai tersebut di kurangi Pembayaran pajak yang telah di bayarkan oleh CV. KRS kepada DPPKAD sesuai data dari DPPKAD selama 33 bulan dari 54 bulan yaitu sebesar RP 50.297.500.- maka kerugian Pajak Negara khususnya Pemkot Sukabumi atau selama 54 bulan sebesar Rp. 1.569.702.500.- dan di tambah kerugian RSUD itu sendiri sebesar 169.200.000.- maka total kerugian Pajak maupun RSUD Bunut sendiri sebesar Rp. 1.738.902.500.-
Kemudian nasib mengenai CV. KRS ± 2 minggu setelah Plt. Yanyan Rusyandi di gantikan oleh dr. Donny menjadi Dirut RSUD R. Syamsudin. SH akhirnya CV. KRS di putus Kontrak kerja samanya oleh RSUD tetapi Pajak dan hutangnya ke RSUD diduga kuat tidak terselesaikan.
Selanjutnya RSUD mengadakan Lelang dan di menangkan oleh CV. INTI Parking tetapi kemenangan CV. Inti Parking dari hasil lelang tidak dapat mengelola Parkir RSUD konon banyak sekali yang meminta Jatah bulanan atau Pungli, dan menurut Wadir RSUD Yanyan CV. Inti Parking memundurkan diri. Tapi pihak media atas legalitas pengunduran diri CV. Inti Parking tersebut belum jelas juga sampai saat ini. Kemudian menurut Wakil Direktur RSUD. R. Syamsudin. SH Yanyan Rusyandi, SE. M. Kes bahwa Pengelolaan Parkir RSUD sekarang ini di kelola oleh pihak RSUD dalam Kewengan UOBK terhitung sejak bulan Mei 2023 dengan Peralatan 4 set mesin parkir elektrik baru.
Saat Wadir RSUD di konfirmasi oleh media dan mengatakan bahwa “Pihak Rumah sakit sendiri yang mengelola parkir dan sampai saat ini masih di gratiskan, menunggu Perdanya keluar, dan kamipun dari pihak Rumah sakit sudah membeli beberapa Set mesin elektrik parkir berikut gaji para karyawan parkir setiap bulan”. Diduga dan di perkirakan gaji para karyawan parkir tidak kurang dari 30Jt setiap bulannya yang di berikan oleh pihak RSUD sedangkan pungutan parkir masih di gratiskan. Wadir RSUD menerangkan juga bahwa “pembelian Peralatan Parkir elektrik dan para gaji karyawan parkir itu dananya dari hasil dana Pasien rawat jalan”. Demikian pungkasnya.
Jadi jelas bahwa 4 set mesin Parkir elektrik ± Rp. 300jt anggap seharga mesin KW 1 (sudah di pasang tapi belum di gunakan), lalu beberapa gaji karyawan parkir jika menghabiskan dana perbulan Rp. 30jt maka terhitung sejak bulan Mei 2023 sampai dengan sekarang sudah 6 bulan lamanya maka jumlahnya sudah Rp. I80.000.000.- sedangkan kendaraan yang parkir tidak di pungut biaya alias di gratiskan, berarti pihak RSUD sudah membuang-buang dana dari Pelayanan rawat jalan sampai hari ini sudah sebesar Rp. 680.000.000.- dan apakah di benarkan bahwa dana pendapatan RSUD dari Pasien rawat jalan bisa di gunakan untuk sarana Parkir?
Pada saat di Humas RSUD. R. Syamsudin. SH yaitu Sdr. Widi di Konfirmasi dia menyatakan bahwa “kegunaan dana pendapatan RSUD dari Pasien rawat jalan di atur oleh Perwal no 17 tahun 2017, tarif Pasien rawat jalan sebesar Rp. 40.000.- di bagi untuk pihak pelayanan Rp. 30.000.- dan untuk pihak Rumah sakit Rp. 10.000.- dan kegunaannya untuk pihak Pelayanan atara lain untuk dokter, Perawat dan karyawan lainnya termasuk jasa-jasa di keperawatan lainnya yang di atur juga oleh BLUD, dan kalau untuk yang Rumah sakit itu kegunaan saya tidak tahu, mungkin phak keuangan yang lebih tahu”. Demikian inti keterangan kegunaan dana Pasien Rawat jalan dari Humas RSUD.
Kemudian Widi menambahkan statmennya “dari kuota perhari Pasien rawat jalan yang tunai tidak lebih dari 10% dan yang 90% menggunakan BPJS, memang kita ini terfokus kepada Pasien BPJS mungkin Pasie tunai itu sekarang tinggal 5%, memang sekarang ini semua sudah di wajibkan untuk memiliki BPJS jadi untuk Pasien BPJS tidak ada tarif sepeserpun” kemudian Widi mengulangi pernyataannya sambil menyakinkan kepada rekan kerjanya “Memang untuk saat ini untuk persentase untuk Pasien tunai itu paling tinggal 5% ya, teh Ani”
Dari Penjelasan Humas RSUD tadi artinya bahwa dana Pasien Rawat jalan bahwa pihak rumah sakit sudah tidak memungkinkan menggunakan dana sebesar Rp. 10.000.- per pasien dari kuota 5% dalam mengelola Parkir RSUD itu sendiri yang setiap bulannya menggaji para karyawan parkir dan pembelian 4 set mesin parkir elektrik. Konon menurut kabar ada pihak ke tiga yang mendanai Parkiran RSUD, jika memang iya kenapa harus di tutup tutupi, ada apa dengan wadir RSUD Bunut ? ujar Taufik. (Aez)