Home / Tag Archives: Bareskrim

Tag Archives: Bareskrim

Kamaruddin Simanjuntak Dampingi Freddy Widjaja Laporkan Saudara Tiri ke Bareskrim

Matanews.id, Jakarta – Freddy Widjaja kembali mendatangi Bareskrim didampingi Kamaruddin Simanjuntak selaku pengacaranya, guna mendampingi kliennya yaitu Freddy Widjaja untuk melaporkan saudara tiri dari anak almarhum bos Sinar Mas Group, Eka Tjipta Widjaja.

Kali ini laporannya terkait status kewarganegaraan Indonesia (WNI) yang diduga palsu, dimana Kamaruddin Simanjuntak menjelaskan bahwa terlapor adalah empat saudara tiri atau anak pendiri Sinar Mas Group yakni Indra Widjaja, Muktar Widjaja, Franky Oesman Widjaja dan Oei Tjie Guan alias Teguh Ganda Widjaja.

“Iya, pada hari ini kami mau membuat laporan, ada surat dari Kemenkumham yang menyatakan mereka (empat terlapor) ini bukan warga negara Indonesia, tapi kok bisa memperoleh KTP, KK, maupun paspor dengan nama versi berbeda-berbeda. Kadang namanya A, tiba-tiba jadi B, balik lagi jadi A. Ini kan seperti main-main, sebenarnya siapa sih namanya,” ungkap Kamaruddin kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin 21 November 2022.

Dari kiri nampak foto Indra Widjaja, Muktar Widjaja, Franky Oesman Widjaja dan Teguh Ganda Widjaja

Sehingga, lanjut Kamaruddin, dia bersama Freddy Widjaja membuat laporan ke Bareskrim Polri untuk mencari tahu apakah betul surat dari Kemenkumham yang menyatakan terlapor merupakan Warga Negara Asing (WNA) adalah benar. Terkait identitas yang berganti-ganti, diduga ada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Apakah betul surat dari Kemenkumham bahwa mereka ini adalah warga negara asing, kemudian namanya kenapa berganti-ganti, dugaan bahwa ada tindak pidana pencucian uang,” ujar Kamaruddin.

Semasa hidup, kata Kamaruddin, bahwa mendiang Eka Tjipta merupakan orang yang sangat kaya raya, tapi di sisi lain, ada pihak dari Sinar Mas Group menyatakan bahwa ayah Freddy Widjaja itu merupakan ‘orang miskin’ sehingga tidak banyak meninggalkan harta.

“Mantan Humas ini sekarang menjadi Duta Besar di Korea Selatan (Gandi Sulistiyanto). Mana mungkin almarhum orang miskin tidak meninggalkan harta, sedangkan kami punya dokumennya almarhum membuat PT dalam satu hari diatasnamakan lima orang, kemudian dalam satu hari itu juga langsung dihibahkan kepada almarhum. Artinya semua kepemilikan dari aset ini adalah atas nama almarhum, kami sudah selidiki itu,” bebernya.

Kamaruddin mengaku telah membawa barang bukti berupa KTP, Kartu Keluarga (KK), paspor dengan nama yang memiliki versi berbeda-beda, serta surat dari Kemenkumham yang menyatakan bahwa terlapor berstatus WNA. Surat-surat yang diduga palsu itu dilakukan demi membatalkan Freddy Widjaja sebagai anak dari Eka Tjipta.

Sebelumnya Freddy Widjaja juga telah melaporkan saudara tirinya itu terkait kasus dugaan pemalsuan akta otentik. Kasus ini sebelumnya sudah dilakukan gelar perkara dan dihenti lidik karena dianggap bukan peristiwa pidana. Pihaknya pun tidak terima dan meminta Bareskrim Polri untuk kembali membuka gelar perkara.

“Jadi kami meminta supaya laporan dari klien saya tentang pemalsuan akta otentik, menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik supaya dibuka yaitu terkait adanya penggunaan akta lahir yang diduga palsu. Kenapa palsu, karena mereka sebenarnya punya yang asli tapi kenapa menggunakan yang diduga palsu,” ulasnya.

Para terlapor, kata Kamaruddin, terancam Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan tentang memalsukan surat dan atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan yang bisa dipidana 6 tahun penjara junto Pasal 263, 264, dan 266 ayat 1 dan 2 KUHP tentang pemakaian dan pemalsuan Akta Otentik junto pasal 55 KUHP.

Selain itu Kamaruddin, mengatakan bakal meminta Wassidik Bareskrim untuk segera membuka kembali kasus pemalsuan akta lahir para terlapor : Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja yang kasus penyelidikannya dihentikan tanggal 18 Oktober 2022. “Supaya proses penyelidikannya bisa dinaikkan ke tahap penyidikan,” ujar Kamaruddin.

Dia menambahkan, bahwa alasan proses penyelidikannya dihentikan karena tidak ditemukan unsur pidana yang dijelaskan Kamaruddin bahwa hal tersebut bisa berakibat negatif bagi seluruh rakyat Indonesia karena berarti pemalsuan dan pemakaian akta otentik palsu boleh dilegalkan apabila dilakukan oleh para konglomerat karena ada DOA alias Dorongan Amplop.

“Pelanggaran hukum dan telah terjadi tindak pidana, tapi karena konglomerat, hukum tidak dijalankan karena ada DOA atau dorongan amplop. Ini berbahaya,” tegas Kamaruddin.

TERMASUK LAPORAN TPPU MASIH DALAM PROSES

Sebelumnya, kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang juga terus menjadi perbincangan hangat, termasuk para oknum pengusaha yang diduga sengaja menghindari pajak. Kali ini Freddy Widjaja yang didampingi LQ Indonesia Law Firm melaporkan Franky Oesman Widjaja dan Muktar Widjaja selaku Komisaris dan pengendali PT SMART TBK ke Bareskrim Polri.

Untuk diketahui pelaporan dilakukan setelah dua kali somasi tak mendapat respon dari kedua pihak. Laporan tersebut terregistrasi dengan LP No 287/VIII/2022/BARESKRIM Tanggal 8 Agustus 2022.

Dalam laporan itu, keduanya dilaporkan atas dugaan pencucian uang dan menggelapkan saham yang dimiliki Eka Tjipta Widjaja. Freddy Widjaja yang merupakan suadara tiri Franky Oesman Widjaja dan Muktar Widjaja, mengaku kecewa kepada kedua saudaranya itu.

Padahal keduanya mengetahui bahwa saham adalah milik Eka Tjipta berdasarkan akta notaris yang dibuat Notaris Benny Kristianto SH.

“Tapi, dengan sengaja dan niat memiliki dikuasai dan diakui sepenuhnya menjadi milik kedua saudara tirinya itu,” ungkap Freddy Widjaja di Bareskrim Polri, Senin 8 Agustus 2022 malam.

Freddy menyatakan, kedua saudara tirinya itu mengubah akte notaris mengunakan bukti akta lahir palsu, KTP atau Identitas palsu di pengadilan.

Karena itu, Freddy Widjaja meminta kepolisian memproses hukum kedua saudara tirinya itu demi keadilan.

“Saya mohon keberanian Polri mengusut kasus saya laporkan ini. Apakah Polisi berani menegakkan hukum atau malah takut kepada oknum yang melawan hukum?” tegasnya.

Kuasa hukum Freddy Widjaja, Arwinsyah Putra Napitu dari LQ Indonesia Law Firm mengatakan, bahwa Franky Oesman dan Muktar Widjaja telah melakukan perlawanan hukum. Yakni dengan sengaja membuat skema mengunakan cangkang-cangkang perusahaan offshore di luar negeri.

Dengan bermaksud selain untuk mengambil hak milik Pak Freddy Widjaja, juga menipu dan menggelapkan uang dan hak negara atas pajak.

Akibat hal tersebut, Putra menduga, kliennya mengalami kerugian sampai Rp1 triliun dan ditambah kerugian pajak negara sekitar Rp40 triliun.

“Dugan kerugian materiil pak Freddy atas saham yang digelapkan oleh Franky Oesman dan Muktar Widjaja senilai Rp1 triliun dan kerugian pajak negara Indonesia sekitar Rp40 triliun,” pungkasnya. (Red)

Soal Gelar Perkara Khusus di Bareskrim, Begini Kata Pakar Hukum

Matanews.id, Jakarta – Dalam perkembangan pelaporan Freddy Widjaja ke Bareskrim Mabes Polri mengenai dugaan pemalsuan akta lahir, dijelaskannya sudah dilakukan gelar perkara terkait dugaan pemalsuan akta lahir para pemilik Sinarmas, Indra dan Franky Widjaja Kamis 15 September 2022. Hadir dalam gelar perkara, unsur pengawasan Irwasum dan Bidkum, serta pihak pendumas dan kuasa hukum terlapor.

“Untuk hasilnya, dari keterangan Wassidik bahwa hasil gelar perkara khusus akan disampaikan minggu depan,” ujar Freddy kepada wartawan di Jakarta, Selasa 20 September 2022 malam.

Sementara itu Pakar Hukum Pidana dari UII Yogyakarta Prof Mudzakkir menerangkan, bahwa sebelum gelar perkara khusus, seharusnya ada gelar perkara umum yang terbuka termasuk kepada para wartawan.

“Namanya gelar perkara umum itu ya akan melibatkan stake holder semuanya yang terlibat dengan perkara itu, yakni adalah pelapor, terlapor, ahlinya pelapor, ahlinya terlapor dan internal kepolisian yang dia (unsur) melibatkan semuanya. Dilanjutkan dengan gelar perkara khusus, yang dihadiri oleh penyidik dan oleh internal pengawas pada penyidik yang bersangkutan itu,” ujar Mudzakkir kepada wartawan, Rabu 21 September 2022.

“Jadi mestinya didahului oleh gelar perkara umum, pelapor dilibatkan dan ahli pelapor pun dilibatkan, istilahnya proses berargumen objektif itu di situ, tapi peserta gelar khusus itu juga hadir di situ. Nah setelah gelar (perkara) umum itu barulah gelar perkara khusus yang hanya melibatkan penyidik dan para pengawas internal yang dia memutuskan bahwa lanjut atau tidak lanjut. Nah lanjut atau tidak lanjut itu ya tetap mempertimbangkan aspirasi umum yang ada di dalam gelar perkara umum. Pernah pengalaman saya dihadirkan di Mabes Polri pada saat itu perkaranya kerugian korban itu sangat besar, karena terkait sengketa hotel berlantai 40 yang ada di Batam,” ulas Prof Mudzakkir.

“Saya dari pihak pelapor, saya berdebat juga dengan terlapor, ahlinya terlapor, berdebat nggak apa-apa. Tapi bagaimana teknik meyakinkan, masing-masing harus meyakinkan, dan saya harus mematahkan argumen ahli terlapor dan terlapor,” tambahnya.

Sebelumnya dalam gelar perkara, ditanyakan oleh Korwas Kombes Pol Wawan kepada pihak Terlapor mengenai Objek surat palsu apakah benar palsu dan diberikan kemana?

Edi Santoso, kuasa hukum Sinarmas yang hadir menjawab, “Akta lahir palsu diberikan Eka Tjipta Widjaja kepada Indra Widjaja dan Franky Widjaja (Pheng Lian dan Jong Nian) untuk digunakan dari kecil, untuk membuat KTP, Passport dan semua akta lainnya. Akta lahir palsu diberikan sebagai lampiran pengajuan gugatan pembatalan anak sah di Pengadilan Negeri,” kata Edi Santoso dengan wajah tertunduk.

Ketika diminta copy surat dan akta lahir palsu yang aslinya oleh Korwas Kombes Wawan, dijawab tidak dibawa oleh Edi Santoso.

Freddy Widjaja selaku anak Kandung Eka Tjipta Widjaja mengaku dirugikan karena penggunaan surat akta lahir palsu itu menyebabkan batalnya akta anak Freddy Widjaja.

“Kerugian baik materiil maupun imateriil telah terjadi akibat pengunaan surat palsu tersebut. Ini salah satu unsur pidana pasal 266 ayat 2 “Pidana mengunakan akta otentik palsu yang dapat menimbulkan kerugian.”

Freddy Widjaja sebagai pendumas mengucapkan terima kasih atas digelarnya perkara dugaan pengunaan akta otentik palsu ini. “Melalui gelar, semua peserta gelar mendengar langsung pengakuan bahwa surat palsu itu memang diakui di gunakan oleh Indra Widjaja dan Franky Widjaja. Jelas sudah unsur pidana semua teepenuhi. Alat bukti berupa surat keterangan dari Disdukcapil bahwa akta lahir tersebut palsu juga sudah diberikan kepada penyidik beserta keterangan saksi dan keterangan ahli yang mendukung terjadinya pidana pemalsuan surat.”

Sementara itu Advokat Alvin Lim selaku kuasa hukum Freddy Widjaja dari kantor hukum LQ Indonesia Lawfirm, dengan tegas memberikan tanggapan. “Saya hadir dalam gelar perkara tersebut, dari pernyataan dan raut wajah semua peserta gelar, bisa dibaca bahwa pidana itu terjadi, dipenuhi unsur dan cukup alat bukti. Tinggal “Nyali Polisi” yang akan menjadi penentu, berani nggak Mabes Polri menaikkan penyidikan dan menetapkan tersangka kepada Indra Widjaja dan Franky Widjaja, pengguna Akta lahir palsu, mengingat infonya mereka (para pemilik Sinarmas) adalah orang kuat dan salah satu dari 9 Naga yang ditakuti pejabat. Dari kasus ini akan menjadi pembuktian apakah Indonesia negara hukum atau Negara kalah dengan oknum Mafia “9 Naga” yang konon menjadi ladang uang oknum Bhayangkara.”

Ungkapnya lagi, jika jelas-jelas orang sudah mengaku secara sadar menggunakan surat palsu, malah menyalahkan bapak mereka. Hal yang menurut saya “ungrateful”, apalagi orang mati yang disalahkan. Terlebih akibat hukum dari Akta lahir palsu, ktp, passport, surat nikah beserta akta lahir anak mereka yang dibuat berdasarkan akta lahir palsu dapat pula dibatalkan secara hukum.

“Parahnya jika akta lahir mereka palsu, lalu hak apa yang mereka (para Terlapor) punya terhadap harta warisan dan aset Sinarmas? Karena secara hukum, de jure, keberadaan Indra Widjaja dan Franky Widjaja tidak diakui oleh negara. Kelahiran mereka tidak diakui, bisa saja sama dengan mereka adalah asing/alien, yang patut di usir dari bumi pertiwi karena tidak punya legal standing.”

“Saya minta Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar tegas dan segera tahan kedua penjahat penguna akta lahir palsu tersebut, karena pembiaran terhadap pelaku pidana adalah perbuatan pidana pula. Sekali-kali Kapolri buktikan bahwa Equality before the Law itu ada di Indonesia dan segera tahan kedua terlapor Indra Widjaja dan Franky Widjaja,” pungkas Alvin.(Red)

Freddy Widjaja Apresiasi Polri, LP Dugaan Pemalsuan Akta Ditindaklanjuti

Matanews.id, Jakarta – Freddy Widjaja selaku pelapor terkait adanya dugaan tindak pidana (TP) pemalsuan mengatakan tanggal 15 September pukul 10:00 WIB tadi telah diselenggarakan Gelar Perkara Khusus di Gedung Bareskrim Mabes Polri Lantai 10 Ruang Wassidik.

“Mengenai laporan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan Akta Otentik dan atau menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik,” ujar Freddy kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Dijelaskannya pelaporannya tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 264 KUHP ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 266 KUHP ayat 1 dan 2 , yang terjadi di Jakarta Pusat pada tanggal 5 Agustus 2020, yang dilaporkan oleh Freddy Widjaja dengan terlapor Indra Widjaja alias Oei Pheng Lian, Muktar Widjaja alias Oei Siong Lian, dan Franky Oesman Widjaja alias Oei Jong Nian berdasarkan Laporan Polisi no LP/0705/XI/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 24 November 2021.

“Saya Freddy Widjaja sebagai Pendumas (Pelapor) sangat mengapresiasi Polri, khususnya Biro Wassidik Bareskrim Polri yang telah mengabulkan permohonan diselenggarakannya gelar perkara khusus pada hari ini tanggal 15 September 2022 dalam rangka meningkatkan status Penyelidikan terhadap ketiga Terlapor : Indra Widjaja, Muktar Widjaja dan Frangky Oesman Widjaja supaya naik menjadi status Penyidikan,” ungkapnya.

Menurut Freddy, hal tersebut adalah untuk menggali lebih dalam bukti-bukti lain agar ketiga Terlapor bisa dijadikan Tersangka karena pada tanggal 5 Agustus 2020 dengan sengaja menggunakan Akta Lahir atas nama Oei Pheng Lian (Indra Widjaja) dan Oei Jong Nian (Franky Oesman Widjaja), yang diduga palsu berdasarkan Surat Konfirmasi Keabsahan Akta Kelahiran dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Makassar, bahwa kedua Akta Lahir tersebut Tidak Ada di Buku Register untuk dipakai sebagai bukti Lampiran Memori Kasasi ke Mahkamah Agung atas Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 36/PDT.P/2020/PN.JKT.PST untuk membatalkan status Freddy Widjaja sebagai Anak dari Pernikahan Almarhum Bapak Eka Tjipta Widjaja dengan Ibu Lidia Herawati Rusli.

Selanjutnya Mahkamah Agung, lanjut Freddy melalui 3 Hakim Agung yaitu I Gusti Agung Sumanatha, SH, Sudrajad Dimyati, SH, dan Dr. Primbudi Teguh, SH mengabulkan permohonan Kasasi dari Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja untuk membatalkan status Freddy Widjaja sebagai anak dari pernikahan Almarhum EkaTjipta Widjaja dengan Lidia Herawati Rusli dengan PUTUSAN Nomor 3561 K/Pdt/2020 pada tanggal 10 Desember 2020.

Kemudian, kata Freddy, sebagai konsekuensi atas dibatalkannya Surat Penetapan Anak dari Almarhum Eka Tjipta Widjaja, maka Freddy kehilangan status keperdataan dengan ayahnya, yang juga kehilangan hak mewaris atas harta kekayaan Almarhum Eka Tjipta Widjaja. Freddy juga menduga Para Terlapor yang juga merupakan Kakak-kaka tirinya memiliki niat jahat untuk menguasai seluruh harta kekayaan baik asset-asset, saham-saham , dan uang tunai dari Almarhum ayahnya.

“Para Terlapor dengan sengaja dalam hal ini diartikan sebagai memahami apa yang dilakukan (Mens Rea), dan menghendaki konsekuensi dari perbuatan tersebut (Actus Reus). Dan juga niat jahat untuk menguasai seluruh harta Almarhum Eka Tjipta Widjaja menjadi beralasan. Dengan demikian unsur pidana telah terpenuhi,” ujarnya.

TERPENUHI UNSUR PIDANA

Selain itu, ungkap Freddy bahwa dalam memakai akta otentik ditafsirkan sebagai melakukan perbuatan yang pada pokoknya menyerahkan, menunjukkan, mengirimkan Akta tersebut untuk diketahui isinya oleh pihak lain (Mahkamah Agung). Padahal, Akta Lahir yang digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan pengadilan termasuk pengajuan Kasasi ke Mahkamah Agung bisa membuat putusan dari Hakim Agung menjadi keliru. Dengan demikian telah terpenuhi juga unsur pidana.

Kemudian, seolah-olah isinya sesuai kebenaran ditafsirkan sebagai apabila dibaca oleh seseorang, dapat memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran, yang dimana dalam hal ini dengan dinyatakannya Akta Lahir tidak ada di dalam Buku Register Akta Kelahiran Disdukcapil Kota Makassar, maka dapat diduga akta-akta tersebut tidaklah asli, dengan demikian unsur pidana terpenuhi.

Yang terakhir, kata Freddy adalah karena Akta-Akta Lahir yang diduga palsu tersebut telah digunakan / dihadirkan ke Mahkamah Agung dan dijadikan alat bukti untuk menguatkan permohonan para terlapor, dan penggunaannya secara nyata telah merugikan Freddy dalam bentuk hilangnya hak keperdataan Freddy untuk mewarisi kekayaan Almarhum ayahnya sesuai KUH Perdata dan hak untuk diakui sebagai anak perkawinan dari ayah dan ibu Freddy. Dengan demikian unsur pidana telah terpenuhi.

“Setelah selesai pelaksanaan gelar perkara khusus tadi siang, maka tinggal menunggu hasil keputusannya untuk bisa dilanjutkan ke Tahap Sidik atau dihentikan Penyelidikannya,” ungkapnya

Freddy mengaku sangat yakin atas Polri yang Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi (PRESISI), maka Freddy memohon dan sangat mengapresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto dan Bapak Karowassidik Brigjen Pol Iwan Kurniawan beserta seluruh peserta Gelar dari Unsur Polri hari ini untuk bisa menaikkan status Penyelidikan menjadi Penyidikan karena telah terpenuhinya unsur-unsur pidana penggunaan Akta-Akta Lahir yang diduga palsu tersebut.(Red)

Langgar Hukum Berlayar, Kapal Asing Di Amankan Bareskrim Polri Dan Ditpolairud Polda Banten

Matanews.id, Cilegon – Di duga melakukan pelanggaran Hukum berlayar Kapal asing MV Fon Tai berbendera Negara Hongkong disandarkan di Dermaga 6 PT Indah Kiat Merak pada Jumat (29/5/2020) Jam 18.27 WIB.

Kapal Asing tersebut di tarik dari Perairan Tanjung Sekong Kelurahan Lebak Gede Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon dengan menggunakan Kapal TB. Tirtayasa IV – 216 dan Tirtayasa I – 212 oleh Tim Bareskrim Mabes Polri dan Ditpolairud Polda Banten dengan pengawalan ketat.

Dari hasil penyelidikan awal diketahui bahwa selaku pemilik Kapal MV. Fon Tai / GT 32.983 Ton adalah Fon Tai Shipping berkebangsaan Hongkong, dalam kapal tersebut di dapati jumlah ABK sebanyak 22 orang WNA yang diantaranya 15 orang Warga Negara China dan 7 orang warga Negara Myanmar selaku Nahkoda Peng Zhong Jun dan selaku KKM Kapal Peng Zhong Jun yang membawa muatan barang berupa Prime Steel Billets sebanyak 52.372 Ton.

Kapolda Banten Irjen Pol. Drs. Fiandar melalui Dirpolairud Polda Banten Kombes Pol Heri Sulistya Budi Santosa kepada awak media menjelaskan dugaan awal pelanggaran MV. Fon Tai antara lain yakni kapal tersebut berlabuh jangkar di perairan Indonesia tidak memiliki izin sehingga melanggar pasal 194 (3) UU NO 17 tahun 2008 tentang pelayaran dan pasal 3 (4) PP Nomor 36 tahun 2002 tentang hak dan kewajiban kapal asing dalam melaksanakan lintas damai di perairan Indonesia.

Kemudian kapal juga melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap dengan tidak memiliki izin lokasi, melanggar pasal 47 ayat 1 jo pasal 49 UU NO 32 tahun 2014 tentang kelautan.

Sedangkan untuk Kapten kapal, kata Hery Sulistya, diduga melakukan tindak pidana penggelapan dan atau pelanggaran kesalahan prosedur pelayararan pasal 372 KUHP dan atau pasal 193 (1) jo pasal 317 UU NO 17 tahun 2008 tentang pelayaran.

Kapal asing itu juga tidak menyalakan AIS, sambung Hery Sulistya, sehingga diduga melakukan tindakan ilegal sesuai Permen Perhubungan RI NO PM 7 tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia

“Kapal MV. Fon Tai merupakan kapal tangkapan TNI AL pada (5/3/2020) di perairan Timur Pulau Bintan, Batam dan dilabuh jangkar di perairan Tanjung Sekong, Kelurahan Lebak Gede, Kota Cilegon dengan pengawasan Lanal Banten, yang kemudian diserahkan kepada Bareskrim Mabes Polri untuk dilaksanakan proses penyidikan lebih lanjut” Jelas Hery Sulistya

Hery Sulistya menuturkan bahwa kapal MV Fon Tai diduga disandarkan di dermaga PT. Indah Kiat untuk dilaksanakan bongkar muatan atas permintaan pihak pencarter/ pemilik barang.

“Dalam proses pemeriksaan, crew kapal tidak diizinkan turun kapal dalam pengawasan bareskrim Polri. Selain itu pembongkaran muatan menunggu surat izin dari Bea Cukai” pungkasnya

Hadir dalam kegiatan tersebut Katim Bareskrim Mabes Polri Kompol Ari Cahya beserta 12 personel lainnya, Petugas dari Dinas Imigrasi Kota Cilegon, pengacara, juru bahasa, perwakilan pemilik barang dari pihak PT Putra Baja Dili /Kramatwatu Kabupaten Serang. (wly)

DITTIPIDTER BARESKRIM POLRI SELAMATKAN RATUSAN RIBU BENIH LOBSTER SENILAI 17 MILIAR

MATANEWS.ID – JAKARTA, 11/07/2019 – Dittipidter Bareskrim Polri menggagalkan penyelundupan ratusan ribu benih lobster dari Jambi ke Singapura. Nilai jual ratusan ribu benih lobster itu mencapai Rp 17 miliar.

“Ini kerugiannya cukup lumayan sekitar Rp 17 miliar dari benih yang ini kita sudah amankan 113.412 ekor,” kata Wadir Tipiter Bareskrim Polri, Kombes Agung Budijono, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).

Kasubdit IV Dittipiter Bareskrim Polri, Kombes Parlindungan Silitonga, mengatakan pengungkapan itu dilakukan pada 1-3 Juli lalu di wilayah Jambi. Setelah mendapat laporan tentang adanya penyelundupan benih lobster dari Bengkulu ke Singapura via Batam, polisi langsung menelusuri jalur yang dilewati pelaku.

“Empat orang ditangkap dalam kasus tersebut di Jalan Patimura Simpang Rimbo, Kota Jambi, pada 3 Juli 2019, pukul 00.15 WIB,” ujar Kasubdit IV Kombes Pol Parlindungan Silitonga, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).

Ia mengatakan tiga pelaku warga negara Indonesia berinisial Mark Tan Chen Chu Feng alias Atan (44), Hasan bin Ahmad (50), Bagyo Chandra (47) berperan sebagai perantara antara penjual dan pembeli lobster.

Sementara seorang pelaku lagi merupakan warga negara Singapura bernama Teng Cheng Ying Keene (29), yang berperan sebagai pemodal dan pembeli lobster.

Polisi juga menyita barang bukti berupa dua unit mobil yang digunakan pelaku untuk mengangkut benih lobster dan handphone milik pelaku. Para tersangka dijerat pasal 88 Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Mereka terancam hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 1,5 miliar.

“Dari para tersangka kepolisian mengamankan barang bukti berupa benih lobster sebanyak 113.412 ekor, satu unit kendaraan Toyota Innova BD 1667 CK, satu unit kendaraan Daihatsu Xenia BD 1154 CH.” terangnya.

Selain itu diamankan pula buku tabungan bank BNI atas nama Mark Tan Chen Chu Feng, beserta empat unit handphone.

Dua kendaraan minibus yang digunakan pelaku berhasil dicegat di Jalan Pattimura, Kota Jambi. Saat itu 2 orang tersangka langsung ditangkap, yakni Mark Tan Cheng Chu Feng dan Hasan.

Dari hasil pengembangan, polisi menangkap dua tersangka lain, Bagyo Chandra dan Teng Cheng Ying Keene. Teng Cheng merupakan warga Singapura yang berperan sebagai pembeli.

Atas perbuatannya, polisi mengenakan para tersangka dengan Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar,” tandasnya. (Red)

Serobot Lahan Ahli Waris Brata Ruswanda 10 Hektar, Bupati Nurhidayah di Laporkan ke Bareskrim

https://youtu.be/eIf2f7MSeRM

Matanews.id – Jakarta, 10/04/2019 – Penasihat hukum ahli waris Brata Ruswanda mendesak penyidik Bareskrim Polri segera melakukan gelar perkara terkait dugaan tindak pidana penyerobotan dan penggunaan dokumen palsu yang dilakukan oleh Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah di lahan 10 hektar yang diklaim milik ahli waris Brata Ruswanda. Gelar perkara perlu dilakukan untuk meningkatkan status penyelidikan ke tingkat penyidikan atas Laporan Polisi Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.

“Kita minta kasus ini segera digelar pro justitia supaya jadi penyidikan, sehingga nanti ketika dipanggil pertama dan kedua tidak datang, panggilan ketiga bisa dijemput paksa atau borgol bila diperlukan,” kata penasihat hukum ahli waris Brata Ruswanda, Kamaruddin Simanjuntak didampingi keluarga ahli waris Kuncoro Candrawinata dan tokoh atau keluarga Kesultanan Kotawaringin, Gusti Kadran di Mabes Polri, Rabu (10/4/2019).

Kamaruddin beralasan perlunya segera ditingkatkan status laporan keluarga ahli waris Brata Ruswanda dari penyelidikan ke tingkat penyidikan lantaran kasusnya dinilai kejahatan luar biasa. “Ini kejahatan yang luar biasa. Kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara, atas nama negara,” tegas Kamaruddin.

Hingga saat ini disebutkan sudah ada 10 surat undangan disampaikan ke pejabat Kobar dalam kasus itu. Pihaknya telah melaporkan kasus itu dalam dua laporan, yakni tindak pidana membuat surat palsu dan/atau menggunakan surat palsu dan/atau memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, sebagaimana terangkum dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP, Jo Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan untuk menguasai dan merampas hak milik ahli waris Brata Ruswanda. Ini dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM.

Pada laporan kedua, Bupati Nurhidayah dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM atas tuduhan melakukan tindak pidana penyerobotan dengan cara memasang plang pengumuman milik ahli waris Brata Ruswanda yang telah dipasangi plang status kepemilikan tanah dan telah dipagari kawat berduri, sebagaimana diatur Pasal 551 KUHP Jo Pasal 167 KUHP, Jo Pasal 385 KUHP Jo PRP Nomor 51 Tahun 1960 Jo Pasal 55-56 KUHP.

“Bupati Kotawaringin Barat kita laporkan karena secara paksa dan sepihak mengerahkan ratusan personel Satpol PP memasuki areal keperdataan milik ahli waris Brata Ruswanda,” tandas Kamaruddin.

Kamaruddin menyebutkan kasus penguasaan paksa yang dipimpin Bupati Nurhidayah di atas lahan milik ahli waris Brata Ruswanda terjadi pada tanggal 26 September 2018. “Bupati memaksa masuk ke areal keperdataan milik ahli waris Brata Ruswanda hanya bermodalkan dokumen yang diduga palsu,” tegasnya.

Pengacara yang dikenal pernah membongkar kasus Hambalang ini menjelaskan, ada beberapa surat yang diduga sengaja dipalsukan dengan maksud ingin menguasai lahan seluas sekitar 10 hektar milik kliennya tersebut.

“(Yang diduga dipalsukan) SK gubernur yang diciptakan tahun 2005 dan 2017. Kepalsuannya sangat nyata karena SK tidak terdaftar di kantor gubernur,” ungkap Kamaruddin.

“Mereka diduga bersekongkol melakukan perbuatan jahat untuk merampas dan menguasai tanah ahli waris Brata Ruswanda,” sambung Kamaruddin Simanjuntak

Selain itu, lanjut dia, pemalsuan juga diduga dilakukan oleh sejumlah pejabat tersebut terkait pemasangan papan nama bertuliskan kepemilikan aset daerah dengan memalsukan waktu pengeksekusian lahan oleh Pemkab Kobar. Dimana, papan itu dipasang pada 4 Desember 2018, namun dalam papan dibuat mundur, yakni tahun 2013. “Dan yang jelas Bupati itu bukan juru sita. Yang berwewenang melakukan penyitaan adalah pengadilan,” timpalnya.

Kamaruddin juga menyayangkan sikap Bupati Nurhidayah yang menurutnya tidak mencerminkan seorang aparatur sipil negara yang baik. “Kami sayangkan, mengapa mereka selaku pejabat pemerintahan yang digaji oleh negara, justru tidak memberikan contoh yang baik karena tidak mau memenuhi panggilan institusi kepolisian,” tegas Kamaruddin lagi.

Menurutnya, tindakan Bupati Nurhidayah dkk memasuki pekarangan tanpa izin dan/atau menguasai tanah tanpa seizin yang berhak dan/atau melakukan tindak pidana penyerobotan dengan cara memasang plang kepemilikan Pemda Kabupaten Kotawaringin Barat di atas lahan milik ahli Brata Ruswanda dikategorikan melawan hukum.

Apalagi di lahan tersebut telah tertutup untuk umum dan dipagari kawat berduri dengan plang pengumuman dilarang masuk. “Tindakan Bupati Nurhidayah dkk masuk pidana kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Jo Pasal 167 KUHP, Jo Pasal 385 KUHP Jo PRP Nomor 51 Tahun 1960 Pasal 55-56 KUHP. Ini namanya abuse of power,” tandasnya.

Melanjutkan keterangannya, Kamaruddin menceritakan bahwa kasus tanah yang tengah ditanganinya itu sebelumnya merupakan area hutan. Pada tahun 1963 lahan hutan tersebut dibuka oleh Alm. Brata Ruswanda sebagai areal pertanian.

“Pada tahun 1973 oleh Brata Ruswanda tanah tersebut dibuatkan surat namanya Surat Keterangan Menurut Adat,” ujarnya seraya menyebut bahwa Brata Ruswanda merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di Dinas Pertanian Kotawaringin Barat, kala itu.

Lahan milik Brata Ruswanda tercatat berdasarkan Surat Keterangan Tanah/Bukti Menurut Adat No: PEM-3/13/KB/1973 Tanggal 22 Januari 1973 dengan luas 10 hektar.

Seiring waktu, Brata Ruswanda dimutasi bertugas ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. “Nah, sebelum itu junior dia (Brata Ruswanda) meminjam tanah. Katanya untuk digunakan sebagai lahan pembibitan benih padi untuk kepentingan Dinas Pertanian. Statusnya pinjam pakai. Namanya pinjam pakai, jika sewaktu-waktu tanah itu dibutuhkan otomatis status pinjam pakai itu gugur dan tanah harus dikembalikan ke pemilik asal yakni Brata Ruswanda,” kata Kamaruddin.

Pada tahun 1982 Brata Ruswanda pensiun dari statusnya sebagai pegawai negeri sipil. “Karena sudah pensiun dia (Brata Ruswanda) kembali ke tempat asal tanahnya dengan cara membangun kolam dan rumah untuk anak cucunya di hamparan tanah 10 hektar tersebut,” Kamaruddin menceritakan kronologisnya.

Dari 10 hektar tanah milik Brata Ruswanda, diakui Kamaruddin, sebagian sudah terkena pembebasan untuk jalan umum. “Pinggir-pinggirnya terkena untuk jalan umum tanpa uang pembebasan, tapi itu tidak dipersoalkan,” ujar Kamaruddin.

Dari 10 hektar lahan milik Brata Ruswanda, sebagian kata Kamaruddin telah dijual dan berdiri sejumlah rumah yang telah disertifikasi atau besertipikat. “Orang yang membeli tanah di hamparan 10 hektar dari Brata Ruswanda itu adalah sebagian bertugas di dinas pertanian. Oleh BPN tanah yang telah dijual diberikan sertipikat,” ujarnya.

Padahal warkahnya di BPN menggunakan warkah jual beli dari almarhum Brata Ruswanda. Tapi ironisnya, induk lahan milik Brata Ruswanda tidak dapat disertipikatkan. Alasannya katanya bahwa tanah tersebut milik pemerintah daerah, dengan bukti menggunakan surat SK Gubernur 1974 yang diduga palsu,” sambungnya.

Kamaruddin menduga ada kepentingan “orang kuat atau pengusaha gelap” yang berminat menguasai lahan tersebut sehingga proses sertifikasi yang diajukan oleh Brata Ruswanda, ditolak oleh BPN dengan alasan menggunakan SK Gubernur 1974 yang tidak pernah terungkap ke permukaaan wujud aslinya atau diduga palsu.

Kamaruddin juga menjelaskan bahwa lahan 10 hektar tersebut tidak termasuk dalam aset Pemprov yang diserahkan ke Pemkab Kotawaringin Barat. “Saat era otonomi daerah (Otda) terjadi penyerahan aset pada tahun 1996 dari provinsi ke kabupaten, lahan 10 hektar ini tidak termasuk di dalamnya,” ujar Kamaruddin.

“Jadi, dari situ kami semakin yakin bahwa surat foto copy SK Gubernur 1974 itu diduga palsu dan dijadikan dasar mengklaim tanah milik ahli waris Brata Ruswanda, itu baru dibuat pada tahun 2000 keatas. Kalau pada penyerahan aset di 1996 tanah itu tidak termasuk aset daerah,” ujar Kamaruddin. (Red)

Selidiki Pertambangan Geo Dipa, Bareskrim Terjunkan Tim Khusus

Matanews.id – Jakarta, 05/12/2018 – Dugaan kegiatan pertambangan panas bumi tanpa ijin di daerah Dieng, Jawa Tengah dan Patuha, Jawa Barat Bareskrim terjunkan Tim khusus untuk penyelidikan.

“Berapa anggotanya, yang jelas ada anggota yang kami tugaskan ke sana (Dieng – Patuha),” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Daniel Silitonga kepada wartawan, Rabu (5/12).

Para penyidik mengecek langsung lokasi pertambangan pada akhir November 2018 lalu. Mereka mengumpulkan data dan mengambil gambar di sejumlah titik lokasi selama beberapa jam.

“Ya tindakan bagian penyelidikan dilakukan cek, datangi (TKP), konfirmasi, ambil gambar dan sebagainya,” ujarnya.

Penyidik masih menggali informasi terkait perkara yang dilaporkan oleh PT Bumi Gas Energi (BGE) terhadap PT Geo Dipa Energi (GDE) atas kegiatan usaha pertambangan panas bumi di Dieng dan Patuha.

Daniel menjelaskan, nantinya akan bisa disimpulkan. Para penyidik masih bekerja menyusun laporan berdasarkan data yang diambil dari pengecekan lokasi pertambangan.

Laporan yang dihimpun masih taraf Kepentingan penyidikan. Ia belum menerima hasilnya, Tak menutup kemungkinan, Bareskrim akan menelusuri lebih dalam adanya dugaan pelanggaran nantinya.

“Lihat dulu hasilnya, kalau ada (pelanggaran) perlu untuk kembali ke sana ya mungkin dicek lagi ke sana,” Daniel menturkan.

Ia memastikan anggotanya akan bekerja cepat berdasarkan fakta di lapangan, meski hasil penyelidikannya belum bisa bicarakan lebih lanjut.

“Kamu (wartawan) harus catat itu, karena itu perusahaan negara BUMN. Kita harus lihat di situ.” ujarnya.

Sejauh ini, Bareskrim belum bisa menetapkan tersangka dalam dugaan pertambangan tanpa izin di Dieng – Patuha. “Kami luruskan tindakan itu benar atau tidak adanya penyelewengan,” tambah Daniel

Bambang Siswanto selaku kuasa hukum PT Bumi Gas Energi telah melaporkan tiga orang dalam perkara ini antara lain Praktimia Semiawan (PS), Hidekatsu Mizhusima (HM) dan Hisahiro Takeuchi (HT) pada 18 Juli 2016.

Laporan tersebut tertulis dalam tanda bukti lapor Nomor:TBL/502/VII/2016/Bareskrim dengan perkara dugaan tindak pidana melakukan kegiatan usaha pertambangan panas bumi tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 35 UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang panas bumi. (Red)