Matanews.id, Manado – ME Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sulawesi utara, Maya Rumantir kembali turun lapangan untuk melaksanakan kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang meliputi, Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Negara; UUD Tahun 1945; Sebagai Konstitusi Negara serta Ketetapan MPR; NKRI Sebagai Bentuk Negara; Dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara.
Selasa (11/2/2020) Maya Rumantir menggelar sosialisasi bersama mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi di Manado. Dalam sosialisiasi ini, Maya membahas dan berdiskusi tentang dunia pendidikan di Indonesia dan di Sulut khususnya. Salah satu hal menarik yang sempat dibahas adalah terkait Merdeka Belajar yang digaungkan Mendikbud Nadiem Makarim.
Pada kesempatan itu, Senator Sulut ini menyatakan, saat ini gagasan merdeka belajar memang sedang dicanangkan oleh Kemendikbud baik di pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi.
Ia mengatakan, ke depannya Kemendikbud ingin suasana perkuliahan yang lebih fleksibel. Fleksibilitas saat ini harus dilakukan di perguruan tinggi agar bisa mendorong mahasiswa dan dosen lebih kreatif dalam menjalankan kegiatan perkuliahan.
“Artinya kalau sekarang ini kita harus membuat proses belajar yang juga peningkatan kompetensi siswa atau mahasiswa, itu lebih fleksibel. Dengan fleksibilitas yang lebih tinggi kita bisa lebih cepat merespons perubahan atau juga secara proaktif melihat perubahan yang terjadi,” paparnya.
Maya menjelaskan, fleksibilitas dalam dunia edukasi taraf perguruan tinggi itu bisa dicontohkan, dalam kondisi mahasiswa satu progam studi atau satu fakultas, bisa mengambil mata kuliah yang dipandang relevan di fakultas lain. Sistem perkuliahan juga bisa dilakukan lebih fleksibel dalam arti memperhitungkan bakat di luar akademis seorang mahasiswa.
“Misalnya, ada mahasiswa yang punya talent berwirausaha. Dia dengan teknologi baru yang ia ketahui, dia mengembangkan usaha. Kemudian berhasil memperkerjakan sekian orang itu bisa diberi kredit, artinya bagian dari SKS memenuhi kurikulum prodinya,” paparnya.
Matanews.id – Manado – Senator Sulawesi Utara Fabian Richard Sarundajang (BISA) kembali melaksanakan sosialisasi dengan masyarakat Bumi Nyiur Melambai. Kali ia bersama Yayasan Kasih Anak Bangsa menemui warka Tikal Kota Manado, Rabu 20 Maret 2019.
“Dalam pertemuan ini tadi ada beberapa topik yang jadi bahan diskusi. Antara lain, soal pendidikan, persoalan petani dan sebagainya,” ujarnya.
Lewat topik ikut ia mengaku dapat banyak masukan dan saran dari masyarakat. Diantaranya terkait bagaimana meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan internasional.
“Masyarakat juga berharap pemuda harus mendapatkan perhatian Pemerintah karena mereka adalah masa depanpemimpin bangsa dan Negara,” ujarnya.
Dalam pertemuan ini, masyarakat juga sempat menyampaikan harap agar Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dan Lembaga terkait, supaya melakukan bimbingan teknis atau penyuluhan kepada seluruhpetani kurang mampu.
“Pemuda harus selalu memiliki semangat jiwa perubahan untuk membangun negara Indonesia yang mandiri, tetap bersatu,” ujarnya.
Warga juga berharap pemuda harus secara rutin dilakukan pembinaan termasuk di bidang olahraga untuk meminimalisasi kenakalan pemuda.
BISA mengatakan ada juga saran warga yang menarik dimana, pelayanan kesehatan, khususnya perlindungan pasien di negara kita ini belum sesuai dengan apa yang kita inginkan.
“Banyak masyarakat yang tidak terlayani dengan baik. Misalnya saja dalam hal pelayanan masyarakat di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau pun masyarakat,” ulasnya.
“Perlindungan pasien sangatlah diperlukan. Sedangkan di negara kita terkesan masih membedakan lapisan-lapisan yang ada dalam masyarakat,” imbuhnya. (Red)
Matanews.id – Jakarta, 15/03/2019 – Diskusi Pojok Semanggi bertema “Libas Habis Mafia Bola” digelar Forum Wartawan Polri (FWP) bersama Bidang Humas Polda Metro Jaya di Balai Wartawan Polda Metro Jaya, Jumat (15/3/2019). Diskusi rutin ini mengundang narasumber dari Satgas Antimafia Bola Polri Kombes Pol Edi Ciptianto, Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali, Ketua Forum Diskusi Suporter Indonesia Helmi Atmadja dan wartawan olahraga Kesit B Handoyo.
Menurut Akmal, jaringan mafia sepak bola yang melakukan match fixing atau pengaturan skor telah menggurita. Pelakunya di segala lini dan tingkatan.
“Bukan hanya di Liga 2 atau 3, bahkan sampai Piala Suratin U-19, artinya merupakan gurita yang sangat luar biasa. Match fixing itu kayak narkoba,” ujarnya.
Salah satu pihak yang berperan dalam pengaturan skor ialah bandar judi. Akmal mengaku pernah melakukan penyadapan bersama aparat berwenang terhadap aksi pengaturan skor yang hasilnya benar-benar sesuai dengan permintaan bandar judi. Atas itu, ia berharap Satgas bisa konsisten dan komitmen menjalankan tugasnya, karena dengan cara itu persoalan mafia sepak bola diyakini bisa teratasi.
“Kita serahkan Kapolri penuntasannya semua, saya sependapat sama dengan teman-teman ini harus dibongkar, mafia bola harus ditangkap. Kita bantu Spanyol pemberantasan mafia bola, Spanyol bisa masa Indonesia enggak bisa?” tuturnya.
Sementara Helmi mengatakan, kelompok suporter juga mendukung upaya Satgas memberangus mafia sepak bola.
“Beberapa minggu ke depan kelompok suporter ke Mabes Polri menyatakan dukungan langsung. Suporter siap untuk mendukung, kalau masalah mafia bola kita percaya kinerja kepolisian. Karena menangkapi teroris saja bisa, apalagi ini mafia bola,” kata dia.
Hanya, imbuh Helmi, tantangan terbesar menuntaskan perkara ini ialah opini publik. Menurut dia, ada pihak-pihak yang menggiring opini publik jika pengusutan kasus pengaturan skor membahayakan penyelenggaraan sepak bola Indonesia. Ia khawatir pihak tersebut “membisiki” Satgas.
“Saya takutnya ada pihak-pihak yang seperti menakuti-nakuti, karena terus terang sekarang sudah jadi tersangka yang dipenjara atau belum aktor-aktor mereka itu. Ya kekhawatiran digiring ke situ, ‘Masyarakat jangan-jangan jadi enggak ada hiburan (kalau mafia sepak bola diungkap)’. Saya lebih memilih bersihkan semua, ini momentum, kapan lagi seperti ini,” tuturnya
Sementara, Kesit meminta Satgas tak ragu membereskan permasalahan persepakbolaan Indonesia ini. Penegak hukum diharapkan tak takut
Pengalamannya, dahulu dunia sepak bola Indonesia pernah juga diguncang kasus serupa yang melibatkan hampir seluruh komponen wasit. Kasus ini pun sempat ditangani kepolisian, namun ia menilai penuntasannya tak jelas. Karenanya pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini, menginginkan kepolisian lebih komitmen dan konsisten dalam menjalankan tugasnya kali ini.
“Kepolisian jangan takut menuntaskan persoalan ini. Jika dibilang ‘Upaya pemberantasan mafia sepak bola ini menganggu sepak bola Indonesia atau akan ada sanksi dari FIFA’ saya jamin tidak ada,” tegasnya.
Adapun Edi mengungkapkan, sejauh ini ada lima laporan terkait mafia sepak bola yang ditindaklanjuti pihaknya. Dari kasus tersebut, 16 orang telah dijadikan tersangka, 6 di antaranya ditahan. Tersangka dalam persoalan ini masih dimungkinkan bertambah.
“Ada perkara dari laporan dari Banjarnegara, dalam waktu dekat sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Satu lagi sedang kita sidik, ada satu perkara di Bareskrim kita fokus menyelidiki,” papar dia.
Edi menegaskan jika Satgas total serta tuntas menjalankan tanggungjawabnya, dan tak terganggu dengan peran Polri sebagaimana mestinya. Pihaknya berharap masyarakat terus percaya kepada Satgas.
“Sejak awal Satgas dibentuk Kapolri, kita memang kita diperintahkan tegak lurus, tidak terpengaruh dengan intervensi. Istilahnya kita harus merah-putih, ketua, tim, semua sampai sekretaris tegak-lurus. Sampai satu pintu (pernyataannya) dari Humas Polda Metro Jaya, kita semua diatur sedemikian rupa. Yakinlah bahwa Satgas Antimafia Sepak Bola tidak masuk angin,” tandas Edi. (Red)
Matanews.id – Jakarta – Sebagai upaya mewujudkan demokrasi yang berkemajuan, DPP GEMURA menggelar diskusi kebangsaan dengan tema “Siapa yang ideal memimpin negeri ini?” di Meeting Room Mie Aceh Seulawah, Cikini pada Sabtu, (9/2/2019).
Diskusi tersebut dihadiri oleh narasumber yang kompeten, diantaranya M. Arwani Deni (Politisi Gerindra), Solihin Pure (Wakil Sekjend DPP PBB), Hariqo W. Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten).
Yasir Arafat, dalam sambutannya sebagai ketua panitia menyampaikan bahwa diskusi ini sebagai bentuk wakaf intelektual organisasi kepada masyarakat.
“Diskusi perdana ini sebagai wakaf intelektual GEMURA agar peserta mendapat wawasan yang mendalam mengenai pilihannya pada pilpres nanti. Selain itu, kami sampaikan terimakasih kepada narasumber yang telah hadir, dan kami mohon maaf karena Ketum GEMURA tidak dapat hadir karena masih merawat anaknya yang sedang sakit. Mohon do’anya. Kami juga berharap dari diskusi kecil ini, mampu memunculkan gagasan besar,” harapnya.
Solihin Pure, mengatakan bahwa pilpres ini adalah episode lanjutan dari pilpres 2014 lalu, tidak ada yang istimewa. Hanya saja, saat ini kita dapat melihat kerja nyata dari pemerintahan ini untuk menentukan pilihan.
“Era Jokowi saya nilai lebih teratur dalam segi ketatanegaraan, serta pembangunan infrastruktur lebih merata dibanding sebelumnya. Saya sebagai orang timur, merasakan infrastruktur yang lebih baik saat ini, meskipun anggaran yang digunakan berasal dari pinjaman,” paparnya.
Dari perbandingan cara memilih cawapres, Prabowo dinilai lebih cerdas daripada Jokowi. Prabowo memilih Sandiaga Uno, yang notabene masih muda dan memiliki keahlian di bidang ekonomi.
“Kita memahami bahwa kepemimpinan bangsa selalu melakukan regenerasi. Prabowo saya kira memberi peluang bagi anak muda untuk berkiprah sebagai generasi pemimpin selanjutnya. Sedang Jokowi, mungkin hanya melihat dari figur cawapres uang diambil agar meraih suara Islam sebagai penolakan isu dirinya anti Islam. Namun, sayangnya ia menafikan regenerasi kepemimpinan muda karena cawapresnya lebih tua dariinya,” ungkap Arwani Deni.
Pada diskusi sesi selanjutnya, Hariqo lebih menekankan pada masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman hoax dan perpecahan bangsa. Ia menghimbau agar masyarakat melek literasi di tengah pergolakan demokrasi saat ini.
“Tim pemenangan dari kedua pasangan lebih menyedot perhatian pada upaya menyebarkan informasi yang saling menjatuhkan, menghujat dan menjelekkan. Ini tidak sehat karena hanya lebih menekankan elektabilitas, bukan program kerja yang akan diusung nantinya,” ungkapnya.
Sebagai narasumber yang netral, Riqo menyampaikan bahwa siapapun pemimpinnya, dia haruslah orang yang tidak mudah didikte oleh kepentingan manapun. “Rakyat perlu untuk bertanya, “Nanti presiden yang terpilih itu milik siapa?, apakah milik rakyat atau milik donatur?”. Kemandirian merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh pemimpin, semoga kita bisa menemukannya di pilpres April 2019 nanti,” harapnya. (Red)