Home / Tag Archives: Helmut

Tag Archives: Helmut

Hak Kesehatan Helmut Tak Dipenuhi Polisi, Kuasa Hukum: Ini Tragedi Kemanusiaan dan Kriminalisasi yang Nyata!

Matanews.id, Jakarta – Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Rusdianto Matulatuwa buka suara terkait dengan kondisi kesehatan kliennya yang seharusnya masih membutuhkan penanganan tim medis yang kompeten.

“Kondisi Helmut kini hanya bisa tidur dan setengah duduk, sehingga apa yang dilakukan pihak kepolisian adalah suatu tragedi kemanusiaan dan kriminalisasi yang nyata,” ujar Rusdianto kepada wartawan, Senin 10 April 2023.

Padahal sebelumnya, kata dia, pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyurati Polda Sulsel agar memberikan hak kesehatan terhadap Helmut yang sedang sakit di tahanan.

“Artinya surat rekomendasi Komnas HAM itu memperhatikan keadaan Helmut yang sakit seperti saat ini dan belum bisa duduk dengan sempurna. kondisi dia saat ini hanya bisa tidur dan setengah duduk, kayak tidur dikasih ganjelan bantal. Sudah dikriminalisasi sekarang hak kesehatan tidak dipenuhi, zalim!,” kata Rusdi.

Rusdi pun menceritakan awal mula kliennya sakit hingga melaporkan Polda Sulawesi Selatan ke Komnas HAM. “Waktu itu pak Helmut sempat mengalami sakit saraf yang bisa mengakibatkan orang mengalami kelumpuhan kalau tidak ditangani dengan cepat,” kata dia.

Pihaknya pun merasa dipersulit oleh pihak kepolisian untuk menjalani prosedur pemeriksaan kesehatan atau menemui dokter untuk berobat. “Manusia yang dalam keadaan darurat itu harusnya dipermudah kan pengobatannya, akses dia mencapai kesehatan itu dipermudah. Karena itu menyangkut keselamatan diri dan nyawanya, kita tidak tahu efek samping yang akan terjadi ke depannya apa dari persoalan ini,” kata Rusdi.

Namun, poin inti dari rekomendasi Komnas HAM agar pihak kepolisian memberikan hak kesehatan terhadap Helmut dirasa belum terpenuhi. “Artinya orang harus diberikan akses kesehatan dan dikasih jalan kalau dia ingin berobat. Ini nyata kriminalisasinya,” kata dia.

Padahal, kata dia, kepolisian memiliki kewenangan yang telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap), KUHAP dan telah ada rekomendasi dari Komnas HAM. “Orang yang mempunyai kewenangan tapi dia tidak menjalankan kewenangan itu juga bagian dari perbuatan melawan kewenangan. Artinya itu tragedi kemanusiaan,” kata Rusdi.

Karena menurutnya, semua orang yang diproses hukum harus dimanusiakan, tidak boleh menjalankan proses hukum dengan menghilangkan rasa kemanusiaan itu sendiri.

“Bukan itu saya pikir tujuan mulia dari penegakan hukum. Bahwa untuk menegakkan suatu keadilan, tapi menimbulkan suatu ketidakadilan. Ini bukti nyata, instrumen hukum digunakan untuk kriminalisasi terhadap orang-orang tertentu sehingga menimbulkan ketidakadilan,” tandasnya.

Lebih lanjut Rusdi juga mengatakan bahwa hingga saat ini Helmut yang sedang sakit masih dipaksa untuk menjalani pemeriksaan terkait kasusnya padahal aturan perundangan telah mengamanatkan bahwa orang yang diperiksa atas suatu perkara haruslah dalam kondisi sehat agar dapat memberikan keterangan dengan tepat dan tidak menimbulkan keraguan.

Sementara Pengamat Kepolisian, Bambang Rukminto mengatakan, pemaksaan penahanan tanpa melihat kondisi dari tersangka akan berpotensi melanggar HAM dan abuse of power. “Akan berpotensi melanggar HAM aan memunculkan abuse of power yang keluar dari semangat penegakan hukum yakni bisa memberi efek jera,” kata dia kepada wartawan.

Ia pun mendesak pihak Helmut melaporkan hal ini ke Divisi Propam dan Kompolnas. “Bila ada indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan penyidik, terduka atau tersangka bisa melaporkan ke Divpropam, Irwasum maupun Kompolnas,” ujarnya.

Sementara itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan jika ada tahanan membutuhkan pemeriksaan lanjutan, maka ketentuannya harus memenuhi sebagaimana dalam Pasal 24 dan 25 Perkap Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan.

“Untuk tahanan kepolisian yang sakit ketentuannya ada ada Pasal 24 dan 25 Perkap Nomor 4 Tahun 2015. Pada dasarnya jika ada yang sakit, akan diperiksa oleh dokter kepolisian dulu,” kata Poengky. (Red)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan, Kuasa Hukum: Kriminalisasi Helmut Terus Berlanjut

Matanews.id, Jakarta – Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Rusdianto Matulatuwa buka suara soal kliennya yang dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan tanda tangan oleh Jumiatun Van Dongen salah satu pemilik saham PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).

Menurutnya pelaporan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bagian dari upaya kriminalisasi kliennya. “Itu adalah satu laporan yang tidak ada dasar hukumnya tetapi penuh dengan keajaiban dan syarat akan kepentingan. Karena tanda tangan yang tidak diakui oleh salah seorang pelapor bernama Jumiatun itu sebenarnya adalah dokumen yang dari suaminya, jadi inisiatif itu datang dari suaminya Jumiatun, Willem,” kata Rusdi kepada wartawan, Selasa 4 April 2023.

Rusdi menyebut jika rekan Helmut Hermawan bernama Thomas Azali ketika menandatangani akta perjanjian tidak bertatap muka dengan Jumiatun. “Dia menandatangani tanpa bertemu dengan Jumiatun. Tetapi yang bawa dokumen untuk ditanda tangani oleh Pak Thomas adalah si Willem itu,” kata dia.

Ia mengatakan bahwa setelah dokumen tersebut ditanda tangani oleh Thomas, kemudian dibawa lagi oleh Willem untuk ditanda tangani istrinya, Jumiatun. “Yang mana dijanjikan bahwa setelah ditanda tangani oleh istrinya, maka dokumen itu akan diserahkan kembali ke Pak Thomas. Nah artinya ketika dokumen itu diterima oleh Pak Thomas, kan sudah ada tanda tangan Jumiatun yang ditanda tangani di tempat lain, di waktu yang berbeda,” lanjutnya.

Kuasa Hukum Helmut itu pun menduga jika Willem lah yang melakukan pemalsuan tersebut. “Apakah mungkin Pak Thomas yang memalsukan seperti itu? Ya nggak mungkin lah, dokumennya dibawa oleh Willem kok. Bisa jadi orang yang membawa dokumen itu yang memalsukan tanda tangan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rusdi pun meminta agar polisi jangan bermain-main dalam perkara ini. “Karena sedikit demi sedikit udah mulai terkuak mana yang bener mana yang ngga bener. Hati-hati jangan mengambil suatu persoalan dari satu sisi kaca mata kuda. Ingat, masyarakat sudah mulai tahu permasalahan ini,” ujarnya.

Bahkan baru-baru ini muncul dugaan upaya penyalahgunaan wewenang lembaga negara untuk menggunakan Jetty PT CLM yang saat ini masih dalam penyidikan. “Ini jelas sudah abuse of power, menggunakan jetty PT CLM yang sebelumnya dinyatakan tidak berizin. Katanya tak berizin tapi malah dipakai untuk kepentingan jahat mereka,” katanya.

Sementara itu, muncul sosok pria berinisial S yang disebut memiliki kedekatan dengan Kabareskim Polri, Komjen Agus Andrianto terkait dengan kasus tersebut. Rusdi mengatakan jika pria berinisial S itu sebelumnya berstatus sebagai pengacara Helmut dan dipercaya untuk menangani permasalahan PT Citra Lampia Mandiri.

“Nah, dialah yang waktu itu diberikan suatu tugas untuk memegang masalah itu dengan baik. Tapi antara harapan dan kenyataan berbeda, karena kewenangan yang diberikan nggak bisa dikontrol,” lanjutnya.

Sehingga menurutnya, pengacara S itu secara tidak langsung ada kaitannya dengan permasalahan Helmut Hermawan saat ini. “Karena dia sempat menjalankan langkah-langkahnya dengan berbagai macam cara yang akhirnya menimbulkan satu masalah pada saat ini. Iya termasuk satu yang berkontribusi pada masalah di masa saat ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rusdi menyebut jika S juga pernah diberikan wewenang karena Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan pada waktu itu berhalangan, karena sedang menghadapi proses hukum.

“Karena adanya kekosongan jabatan tersebut, diberikan lah saudara S untuk meredam serangan-serangan dari pihak ketiga yang mencari-cari masalah. Saya pikir dia punya kepentingan pribadi (dalam kasus ini),” ujarnya. (Red)

Buntut Kriminalisasi Helmut, Pengamat: Kapolri Harus Respons Suara Publik!

Matanews.id, Jakarta – Penanganan kasus mantan Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan oleh Dirkrimsus Polda Sulsel dinilai memiliki sejumlah fakta ketidaksesuaian SOP dan proses penyidikan. Tak ayal, media sosial pun diramaikan tagar Helmut korban kriminalisasi penegak hukum.

“Saya melihat ini adalah salah satu kasus akibat problem sistemis dalam penegakan hukum khususnya kepolisian,” kata Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto kepada wartawan, Rabu 22 Maret 2023 di Jakarta.

Menurutnya, selama ini protes publik terkait adanya dugaan ‘kriminalisasi’ yang dilakukan kepolisian hanya dinilai sebatas asumsi. Hal itu disebabkan karena tidak ada satupun lembaga yang diberi kewenangan oleh negara untuk mengawasi dan menginterupsi kepolisian bila ada indikasi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan.

Sehingga menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo seharusnya bisa mendengar dan merespon aspirasi masyarakat dan mengganti jajaran yang terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang dalam jabatannya.

“Harusnya Kapolri juga mendengar dan merespon suara-suara publik dengan segera mengganti jajarannya yang terindikasi menyalah gunakan kewenangan, atau mempunyai beban konflik kepentingan dengan pihak-pihak yang berkasus,” ucapnya.

“Jadi suara protes dari masyarakat pun seperti perumpamaan ‘anjing menggonggong kafilah tetap berlalu,’ protes publik dianggap hanya sekedar gonggongan saja. Sementara penyalahgunaan kewenangan terus berjalan normal seperti tak terjadi apa-apa,” katanya

“Bahkan dengan lahirnya UU ITE, anjing yang menggonggongi pencuripun bisa dianggap anjingnya yang salah. Ini terbukti dalam beberapa kasus polisi tidak menuntaskan kasus utamanya malah memproses pengkritik,” lanjutnya lagi.

Bambang mengatakan jika Kapolri tak merespon dan mengambil langkah, maka dikhawatirkan Dirkrimsus Polda Sulawesi Selatan akan tetap melakukan penyalahgunaan kewenangan yang mengarah kepada abuse of power.

“Kalau kepolisian yang dimaksud adalah Dirkrimsus Polda Sulsel, dikhawatirkan mereka akan jalan terus melakukan ‘kriminalisasi’ dan ‘abuse of power’ bila tak ditegur Kapolri. Ingat kredibilitas institusi menjadi taruhannya!” ujarnya.

Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan jika tidak terdapat minimal dua alat bukti yang cukup, maka dugaan kriminalisasi harus ditindaklanjuti.

“Jadi harus ada buktinya, minimal dua alat bukti, jika tidak ada maka dugaan kriminalisasi tersebut harus diproses hukum,” kata Fickar kepada wartawan, Rabu 22 Maret 2023.

Menurutnya, dugaan kriminalisasi tersebut bisa dibuktikan dalam persidangan dengan bukti maupun fakta yang dimiliki korban. Jika Helmut lolos dari hukuman, kata Fickar, maka dugaan kriminalisasi tersebut menjadi terbukti dan pihak Kepolisian serta Kejaksaan bisa dituntut balik.

“Jika diputus bebas atau lepas, maka ini bisa menjadi bukti bahwa telah terjadi kriminalisasi dan polisi serta kejaksaan bisa dituntut ganti rugi yang sebesar-besarnya,” jelasnya.

Ia pun mendorong Helmut mengajukan praperadilan jika merasa mengalami kriminalisasi dalam proses penanganan kasusnya di tingkat penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

“Jika sekarang mengajukan permohonan prapradilan juga boleh, untuk menguji apakah upaya-upaya paksa yang mungkin telah dilakukan termasuk menetapkan seseorang sebagai tersangka telah sah berdasarkan hukum,” ujarnya.

“Jika nanti ternyata dibebaskan atau dilepaskan, polisi bisa dituntut balik ganti rugi,” lanjutnya. (Red)