Home / Tag Archives: Komnas HAM

Tag Archives: Komnas HAM

Komnas HAM: Tolak Pemenuhan Hak Kesehatan Helmut Hermawan, Kapolda Sulsel Langgar UU!

Matanews.id, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) mendesak Kapolda Sulsel memberikan hak kesehatan kepada tersangka mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan yang saat ini sedang sakit dan ditahan.

Rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah pihaknya menerima audiensi dengan Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Rusdianto Matulatuwa pada Selasa 7 Maret 2023 lalu.

“Pada pokoknya, pengadu melaporkan adanya dugaan kesewenangan dalam pemenuhan hak kesehatan saudara Helmut Hermawan saat ditahan dan ditangkap sebagai tersangka tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta autentik dan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/0537/1X/2022/SPKT/Bareskrim Polri,” kata Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan dalam keterangannya pada Sabtu 25 Maret 2023.

Untuk diketahui Helmut Hermawan saat ini dalam kondisi sakit cukup berat yang mengakibatkannya sulit bangun dan oleh karenanya menyampaikan permohonan agar dapat menjalani perawatan kesehatan. “Tetapi tidak diberikan izin oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan bahkan masih harus menjalani pemeriksaan atas kasusnya,” lanjutnya.

Untuk itu, Hari mengatakan jika Helmut melalui kuasa hukumnya telah meminta perlindungan kepada Komnas HAM RI untuk memberikan kepastian akan pemenuhan hak atas kesehatan kepada korban yang saat ini sedang menjalani proses hukum di kepolisian.

Menurutnya, rekomendasi tersebut penting disampaikan oleh Komnas HAM, sebab kasus ini menjadi atensi publik. “Sesuai kewenangan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM RI meminta Kapolda Sulawesi Selatan untuk memberikan perlindungan kepada saudara Helmut Hermawan khususnya terkait pemenuhan hak kesehatan,” lanjutnya.

Komnas HAM menyebut jika hak atas kesehatan bagi orang-orang yang dirampas kemerdekaannya dijamin dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan bahwa hak atas kesehatan itu sebagai salah satu HAM yang harus dihormati.

“Kapolri bahkan Kapolda Sulsel sejatinya harus memberikan hak tersebut kepada Helmut Hermawan. Sebab ini menyangkut HAM!” kata Fickar.

“Azas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan, jadi semua hak-hak Helmut khususnya hak atas kesehatannya sebagai manusia harus diberikan, jika tidak berarti kepolisian melanggar UU,” kata Fickar.

Sebagaimana diketahui Helmut Hermawan adalah direktur PT CLM yang diduga mendapatkan kriminalisasi dari institusi kepolisian terkait kepemilikan saham miliknya. (Red)

DPR Harus Bentuk Pansus Usut Kekerasan HAM di Wadas

Matanews.id, Jakarta – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyampaikan sikap tegas dan konsistensi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sedang diuji untuk memotong ‘kepala ikan busuk’ dalam penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan anggota Polri terhadap 60 lebih warga desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.

“Peristiwa pada 8 Februari 2022 dipicu karena warga menolak tanahnya dibebaskan untuk penambangan batuan andesit sebagai material pembangunan proyek Bendungan Bener,” kata Sugeng dalam rilisnya, Sabtu (19/2).

Tindakan penangkapan dan kekerasan aparat Polri itu, jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal itu telah disampaikan Komnas HAM yang telah menemukan bukti pelanggaran hak asasi manusia oleh Polri.

Oleh karena itu, pimpinan tertinggi Polri harus melaksanakan tindakan nyata untuk memberikan punishment kepada Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi. Lantaran, pengerahan 250 personil Polri yang mengepung Desa Wadas merupakan perintah dan tanggungjawabnya.

“Perintah Kapolda Jateng yang menurunkan anggotanya ke Wadas tersebut karena berdasarkan adanya surat dari Kementerian PUPR No : UM 0401.AG.3.4./45 Tanggal 3 Februari 2022 Tentang Permohonan Pengamanan Pelaksanaan Pengukuran di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng,” ujarnya.

Permintaan pengamanan ke Kapolda Jateng itu, lanjut Sugeng, juga datang dari BPN Purworejo dengan surat Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng Nomor: AT.02.02/344-33.06/II/2022 tertanggal 4 Februari 2022 Perihal Permohonan Personel Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng.

“Bahkan, sebelumnya Kepala Kanwil BPN Jateng secara khusus menemui Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi,” ia menuturkan.

Namun, adanya surat tersebut bukan berarti menjadi alasan pembenar aparat Polri melakukan penangkapan semena-mena dan melakukan kekerasan terhadap warga Wadas. Di samping itu, merebak pula isu adanya bisnis tambang yang melibatkan perusahaan tambang yang dikelola pengusaha keluarga dari aparat penegak hukum berinisial K .

Untuk itu, IPW berharap permintaan pengamanan dan motif turunnya anggota Polri dengan jumlah banyak tersebut, ditelusuri oleh Komisi III DPR RI dengan membentuk Pansus Wadas dan Komnas HAM dengan mengkaitkan pertanggungjawaban Kapolda Jateng dalam tindakan penangkapan dan kekerasan anggota Polri di Desa Wadas berdasarkan UU HAM.

“Pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tegas menyebut: setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang,” jelas Sugeng.

Selain itu, Polda Jateng melalui penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan anggotanya, telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena, seharusnya anggota Polri yang melaksanakan penegakan hukum harus berdasar aturan hukum.

Menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP dijelaskan bahwa penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Bahkan, dalam melakukan penangkapan itu, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan.

“Apalagi, pada penjelasan umum angka 3 huruf b Kuhap disebutkan penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang,” katanya.

Tak kalah pentingnya, menurut Sugeng, penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. “Sehingga, kasus pelanggaran HAM ini harus dituntaskan oleh Polri, DPR RI dan Komnas HAM,” ia menambahkan. (Imo)

PERMIRI Minta Komnas HAM Netral Ungkap Peristiwa 21-22 Mei

Matanews.id – Jakarta – Perempuan Milenial Republik Indonesia (PERMIRI) meminta Komnas HAM agar bersikap netral dalam mengungkap peristiwa 21-22 Mei lalu. Mereka mengingatkan bahwa selain kelompok perusuh, anggota kepolisian juga ada yang menjadi korban.

Kedatangan sejumlah perempuan ke kantor Komnas HAM di jalan Latuharhary Jakarta Pusat, Selasa siang (18/6/2019) ini ditemui oleh Bagian Analis Pengaduan Komnas HAM Luluk Sapto Setiawan.

Koordinator lapangan PERMIRI Ginka Febriyanti meminta agar Komnas HAM mengusut tuntas peristiwa tersebut. Ia menyebut bahwa korban peristiwa tersebut bukan hanya berasal dari perusuh atau kelompok bayaran saja.

“Perlu kita ketahui semua bahwa korban yang ada pada tanggal 21-22 Mei baik itu korban dari pihak perusuh atau orang bayaran. Ataupun dari pihak kepolisian yang bertugas pada saat itu. Serta rusaknya fasilitas negara. Harus diusut secara adil hingga tuntas,” kata Ginka Febriyanti.

Ia berharap Komnas HAM bertindak netral, tidak hanya memproses dari pihak perusuh atau pihak kepolisian saja. Setiap masyarakat mempunya hak yang sama untuk melapor ke Komnas HAM. Ia juga meminta Komnas HAM tidak hanya menerima laporan saja, namun benar-benar menginvestigasi secara tuntas.

”Kami dari PERMIRI hadir disini untuk mendukung KomnasHAM dan mengawal proses investigasi itu, hingga nanti benar-benar selesai. Hanya permintaan dari kami, agar Komnas HAM ini benar-benar netral. Dan tidak memihak pihak manapun yang sesuai dengan Undang-Undang, KomnasHAM adalah suatu lembaga yang independen,” ujarnya.

PERMIRI juga meminta Ketua Komnas HAM beserta jajarannya untuk bersikap netral dan amanah dalam mencari fakta-fakta kerusuhan pada tanggal 21-22 Mei 2019. Ginka Febriyanti meminta Komnas HAM tidak menjadi sadera politik dalam mengusut kasus kerusuhan yang memakan korban jiwa.

“PERMIRI meminta Komnas HAM membentuk tim pencari fakta yang bersifat netral, bukan tim pencari hoax,” tegasnya.

Sementara itu Luluk Sapto Setiawan mengucapkan terimakasih atas kedatangan PERMIRI ke kantor KomnasHAM. Ia mengatakan kedatangan para perempuan milenial ini adalah wujud perhatian masyarakat kepada mereka.

“Kita menyampaikan terima kasih atas perhatian teman-teman kepada Komnas HAM. Karena tanpa perhatian masyarakat, KomnasHAM tidak ada arti apapun,” jelas Analis Pengaduan Komnas HAM ini.

Ia menjelaskan Komnas HAM menerima setiap informasi dan aspirasi masyarakat. Semua peran serta masyarakat menjadi bahan untuk melihat peristiwa tersebut secara keseluruhan.

“Tidak hanya korban dari sisi masyarakat yang waktu itu terlibat langsung massanya. Tapi juga korban dari sisi kepolisian, seperti yang terjadi di Jakarta Timur. Kami juga melihat itu dari keseluruhan,” tuturnya. (Viktor)