Matanews.id – Jakarta – Ratusan aktivis 77/78 berbagai universitas melakukan pertemuan, guna menyikapi aksi people power yang rencana bakal di gelar pada (22/5) mendatang.
Pertemuan yang dihadirkan ratusan aktivis 77/78 itu juga, sekaligus mengadakan syukuran terhadap suksesnya Pilpres dan Pileg yang dihelat pada (17/4) lalu itu.
Acara yang mengambil tema, “People Power Bukan untuk Ambisi Pribadi” tersebut, diselenggarakan di restoran Natrabu Jakarta ini secara langsung di buka oleh Sukotjo Suparto, yang merupakan perwakilan aktivis 77/78 dari Universitas Indonesia.
Sukotjo Suparto mengatakan, saat ini tentatif pemilu legislatif dan pemilu presiden sudah selesai, nami kita prihatin, lantaran masih menyisakan sejumlah PR, dimana masih ada pasangan yang tidak mentaati konstitusi dan ingin bikin huru-hara dengan dalih KPU lakukan kecurangan.
“Masyarakat disarankan Suparto, untuk ikut ambil bagian serta mendengar arahan dari pemerintah dalam menyikapi situasi memanas pasca pilpres 2019 tersebut,” kata Sukotjo Suparto dalam pertemuan yang bertajuk, “People Power Bukan untuk Ambisi Pribadi” melalui press release yang di terima di Jakarta, Senin, (20/5).
Senada dengan Suparto, hal serupa juga di sampaikan oleh, mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITB tahun 1977, Indro Tjahyono, guna meresponya situasi pasca pemilu 2019, yang harus diwaspadai.
“Karena ada pasangan calon yang tidak puas , dan akan melakukan perang Badar yang waktu itu juga terjadi di Bulan Ramadhan,” katanya.
Oleh karena itu eksponen aktivis mahasiswa 77/78 lanjut Indro, mampu menjadi katalisator dalam mencegah masyarakat ikut serta dalam acara yang disebut people power.
“Beberapa teroris yang akan membawa bom bunuh diri dan diledakkan dalam kerumunan people power sudah ditangkap polisi”, tambah Indro
Sementara itu, aktivis mahasiswa 1974, Yudhil Herry Yustam mengatakan, ribut-ribut dalam pelaksanaan Pilpres tersebut, sebagai akibat kekurangan dari sistem demokrasi, dan juga kesadaran terhadap konstitusi yang juga dinilai lemah.
“Sehingga ada yang coba-coba untuk melawan konstitusi,” katanya.
Mantan aktivis mahasiswa 77/78 sekaligus bekas Jurnalis, itu juga menjelaskan, pada dasarnya dalam menghadapi aksi yang bersifat massal itu, hanya pemerintah yang mampu.
“Jika diserahkan masyarakat bisa terjadi konflik horizontal.
Admadji pun meyakini, bahwa kejadian negatif yang bakal ditimbul pada aksi yang sediahnya digelar pada tanggal (22/5) mendatang itu, dapat di cegah oleh pemerintah.
“Hal tersebut, dilihat dari persiapan atau antisipasi pemerintah dalam mengahadapi aksi massa tersebut,” terangnya.
Untuk itu, hal tersebut sulit dalam mencari solusi publik, jika sedikit – sedikit gejala yang terjadi dari masyarakat itu, masyarakat melakukan aksi massa.
“People power dilecehkan, bukan untuk membela bangsa dan negara, tetapi menjadi alat dari orang yang gagal di dalam pilpres,” tegasnya.
Turut hadir dalam pertemuan itu, antara lain yaitu, aktivis senior dari berbagai Perguruan Tinggi Jakarta, Bandung, Yogya, Lampung, Sumatera Utara, dan juga Tim Medis yang selama ini menyertai berbagai kampanye Pilpres 2019. (Gr).