Matanews.id, Jakarta – Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap sindikat mafia tanah dengan memalsukan sertifitat tanah milik korbannya dalam kasus jual beli rumah mewah di beberapa wilayah termasuk Jakarta. Pengungkapan tanah dan bangunan tersebut harganya mencapai Rp 85 miliar.
Dari pengungkapan itu diamankan sebanyak 7 orang beberapa diantaranya merupakan notaris palsu. Ia adalah Raden Handi, Arnold Yosep, Henry Primariandy, Siti Djubaedah, Bugi Martono, Dimas Okgi, dan Denny Elza.
Sedangkan dua orang tersangka lain, Neneng dan Ayu menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), satu tersangka lain Dedi Rusmanto tengah menjalani masa tahanan di Lapas Cipinang dengan kasus serupa.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana mengatakan jika tujuh pelaku yang berhasil diamankan, memiliki peran berbeda-beda saat menjalankan aksinya. Dimana kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari salah satu korban.
Korban yang diketahui bernama Indra Hosein ini melapor ke polisi setelah sertifikat tanah miliknya di palsukan setelah bertemu dengan seorang rentenir. Awal mula kasus itu ketika ia akan menjual tanah dan rumahnya di Jakarta Selatan seharga Rp. 70 miliar.
Mengetahui korban menjual rumah, tersangka Dian berusaha menemui korban bermaksud untuk membelinya, dan meminta melakukan pengecekan ke aslian sertifikatnya kepada salah satu notaris yang memang telah di siapkan oleh pelaku. Notaris itu merupakan notaris bodong.
“Ternyata Notaris ini bodong, dengan nama kantor Notaris Idham. Nah di sana tersangka Raden Handi mengaku sebagi Notaris, lalu memeriksa sertifikat tanah korban,” kata Nana di Hotel Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Setelah dilakukan pemeriksan korban menyerahkan fotocopy sertifikat miliknya untuk dilakukan pengecekan di Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN). Selang beberapa waktu korban dan tersangka Dedi Rusmanto mendatangi kantor BPN.
Rupanya dari fotocopy sertifikat yang diberikan korban saat di kantor notaris itu menjadi awal buruk korban, pelaku telah membuat sertifikat serupa yang mirip dengan milik korban.
Dan ketika korban dan tersangka berada di BPN, sertifikat itu dinyatakan ke asliannya, namun usia diperiksaan tanpa sepengetahuan korban, sertifikat itu pun akhirnya ditukar, dengan sertifikat palsu yang memah sudah disiapkan oleh para tersangka.
“Setifikat yang asli ini simpan oleh tersangka Dedi Rusmanto yang palsu di serahkan kepada korban yang saat itu di wakili oleh saudara Lutfi,” katanya.
Setelah berhasil mengambil sertifikat tanah korban Dedi Rusmanto pun akhirnya mendapatkan upah sebesar Rp. 30 juta. Setelah itu Dimas dan Ayu pun menjalankan aksinya.
Keduanya berusaha untuk bertemu dengan seorang rentenir yang menyamar sebagai pemilik setifikat itu, hanya saja keduanya mengunakan KTP identitas Ilegal dengan bekerja sama oleh salah satu oknum kantor Kelurahan.
Dengan indentitas itu, pelaku menyakinkan rentenir itu, dan mengagungkan sertifikat tersebut senilai Rp. 11 miliar. Selanjutnya terjadi kesepatakan baik kedua belah pihak.
“Uang Rp. 11 miliar itu di ditransfer ke rekening bank Danamon dan ditarik tunai untuk diserahkan ke tersangka Arnold dan Neneng,” katanya.
Korban menyadari jika sertifikatnya telah di palsukan saat, ada seseorang yang berniat untuk membeli rumahnya, saat dilakukan pengecekan di BPN korban pun kaget jika sertifikat milik palsu.
“Korban baru sadar kalo sertifikatnya ini palsu ketika ada orang yang mau beli rumahnya. Saat di cek ke BPN ternyata dokumen setifikatnya palsu,” ucapnya.
Atas kasus ini ditaksir kerugian mencapai Rp. 85 miliar termasuk kerugian korban Rp. 70 miliar dan settifikat rumah diagungkan ke rentenir sebesar Rp. 11 miliar, dan beberapa pinjaman lain.
Atas perbuatan tersangka, kini 7 orang pelaku yang diamankan dijerat pasal 263 KUHP dan pasal 264 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 KUHP dan atau undang-undang republik Indonesia nomor 8 tahun 2010 pasal 3,4,5 tentang tindak pidana pencucian uang. (wly)